Menguap itu selalu identik dengan yg namanya mengantuk, meskipun kajian akademis punya jawaban yang lebih ilmiah soal ini. aku pernah baca artikel di salah satu website kalau, Tim peneliti Universitas Binghamton menyimpulkan bahwa menguap ada hubungannya dengan suhu di otak kita. Artinya, menguap berfungsi untuk “mendinginkan” otak kita.
Analoginya sebagai berikut: Otak kita bekerja seperti halnya komputer. Nah, komputer bisa beroperasi dengan efisien bila tetap dingin. Karena itulah dibutuhkan komponen seperti kipas, heatsink, agar komputer tidak cepat panas dan berhenti bekerja.
Demikian juga kerja otak, pemanasan yang terjadi lewat aktifitas berpikir dan bergerak membuat suhu di otak meningkat tajam. Menguap pun merupakan solusi untuk mengembalikan suhu yang stabil bagi aktifitas otak itu sendiri.
Menguap juga tampaknya menjadi bagian dari sebuah momen transisi dalam otak. Seperti misalnya pada periode sebelum tidur dan setelah bangun tidur. Kondisi seperti multiple sclerosis (melibatkan disfungsi thermoregulatory), migrain dan kejang epilepsi ditengarai juga menjadi penyebab serangan menguap yang berlebihan.
Lantas, mengapa menguap begitu mudah menular?
Para peneliti tersebut meyakini, kita sering ikut menguap bila melihat orang lain lebih dulu menguap sebagai mekanisme otomatis dan terkait dengan sugesti. Studi menunjukkan bahwa menguap juga menular mungkin terkait dengan kecenderungan ke arah empati; mencoba memahami sebuah berhubungan dengan orang lain.
Diperkirakan, 55% orang akan menguap dalam waktu lima menit setelah melihat orang lain menguap.
Uniknya, sebuah studi tahun 2007 menemukan bahwa anak-anak dengan gangguan spektrum autisme tidak meningkatkan frekuensi menguap setelah melihat video orang lain menguap. Hal ini mendukung klaim bahwa penularan dalam menguap berhubungan dengan kapasitas empatik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar